Kepemimpinan dalam Islam
Islam adalah agama yang sempurna, di antara kesempurnaan Islam ialah mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, baik yang berhubungan dengan Allah SWT (Hablumminallah) maupun hubungan dengan manusia (hablumminannas), termasuk di antara maslah kepemimpinan di pemerintahan.
Kepemimpinan di satu sisi dapat bermakna kekuasaan, tetapi di sisi lain juga bisa bermakna tanggungjawab. Ketika kepemimpinan dimaknai sebagai kekuasaan, Allah SWT. mengingatkan kita bahwa hakikat kekuasaan itu adalah milik Allah SWT. Allah SWT yang memberi kekuasaan kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah pula yang mencabut kekuasaan dari siapapun yang dikehendaki-Nya, seperti dalam surat Ali Imran ayat 26.
Kepemimpinan bukan keistimewaan, tetapi tanggung jawab. Ia bukan fasilitas tetapi pengorbanan. Ia juga bukan leha-leha, tetapi kerja keras. Ia juga bukan kesewenang-wenangan bertindak, tetapi kesewenangan melayani. Selanjutnya kepemimpinan adalah keteladanan berbuat dan kepeloporan bertindak.
Substansi kepemimpinan dalam perspektif Islam merupakan sebuah amanat yang harus diberikan kepada orang yang benar-benar “ahli”, berkualitas dan memiliki tanggung jawab yang jelas dan benar serta adil, jujur dan bermoral baik. Inilah beberapa kriteria yang Islam tawarkan dalam memilih seorang pemimpin yang sejatinya dapat membawa masyarakat kepada kehidupan yang lebih baik, harmonis, dinamis, makmur, sejahtera dan tentram
Beberapa Pendapat Pemikir Islam Mengenai Kepemimpinan
- Al Farabi (lahir sekitar tahun 259 H) menulis diantaranya ialah kitab berjudul ‘al-Madinah al-Fadilah’ (Negara Utama) dan ‘al Qa’id al Fa’la (sifat-sifat Pemimpin berkesan) yang mana beliau menekankan kualitas kepemimpinan utama di Negara Utama seharusnya merupakan orang yang terbaik berasaskan sejumlah sifat-sifat kepemimpinan, baik sifat-sifat bawaan maupun sifat-sifat yang dipelajari.
- Al-Mawardiy (lahir 394 H) menulis beberapa kitab yang masyhur dalam bidang politik dan kepemimpinan, antaranya ialah al Ahkam al-Sultaniyyah. Beliau memberikan nasehat agar pemerintah dalam mengurus Negara berdasarkan petunjuk-petunjuk al-Quran dan al-Sunnah. Beliau menyentuh berbagai aspek mengenai imamah hingga ia menjadi suatu sistem politik yang baik.
- Al-Ghazaly (1058-1111 M) seorang tokoh ilmuan ensiklopedik yang sangat prolifik dengan karya-karya tulisannya, antara lain telah menulis kitab, al-Tibr al-Masbuk fi Nasihat al-Mulk, yang antara lain telah menggariskan tugas khalifah atau pemimpin.
- Ibn Khaldun, lahir tahun 732 H (1332-1395 M) adalah orang pertama memberikan perspektif sosial pendiri historiografi dan Sosiologi. Karya beliau yang amat terkenal dalam bidang ini ialah Muqaddimah yang membahas berbagai dimensi masyarakat manusia. Beliau membahas masyarakat kota, masyarakat badawi, tentang manusia primitif, tentang organisasi-organisasi seperti kerajaan, kekhalifahan, kesultanan, wilayah, negeri dan daerah.
Para pakar di atas setelah menelusuri Qur’an dan hadist menetapkan empat sifat yang harus dipenuhi oleh para nabi, yang pada hakekatnya adalah pemimpin sebagai pemimpin umat, nabi Saw memiliki empat ciri kepemimpinan: shidiq (jujur), fathanah (cerdas dan berpengetahuan), amanah (dapat dipercaya) dan tabligh (berkomuniklasi dan komunikatif dengan bawahannya dan semua orang).
- Sidq (benar), sebuah sifat dasar yang mesti dimiliki oleh Rasulullah Saw, dan mesti dimiliki pula oleh setiap pemimpin. Ia harus selalu berusaha menempatkan dirinya pada posisi benar, memiliki sifat benar, berada di pihak kebenaran, dan memperjuangkan kebenaran dalam lingkungan yang menjadi tanggungjawabnya. Ia akan selalu berdiri tegak di atas kebenaran, bergerak mulai dari titik yang benar, berjalan di atas garis yang benar, dan menuju titik yang benar, yaitu ridho Allah SWT. kebenaran yang dimiliki seorang pemimpin merupakan awal dari segala kebaikan, dan kebohongan yang dimiliki seorang pemimpin adalah awal dari segala kebobrokan dan kehancuran.
- Amanah (penuh tanggungjawab), sebuah sifat dasar kepemimpinan Rasul yang berarti jujur, penuh kepercayaan, dan penuh tanggungjawab. Apabila mendapat suatu tanggungjawab, ia kerahkan segala kemampuannya untuk melaksanakan tugas yang dipikulnya, ia yakin bahwa dirinya mas-ul (harus mempertanggungjawabkan) kepemimpinannya. Pemimpin yang amanah juga memiliki sifat tabah, sabar dan tawakal kepada Allah SWT., ia selalu menghadapkan dirinya kepada Allah melalui doa, dan menerima dengan penuh keridoan terhadap apapun keputusan akhir yang ditetapkan oleh Allah SWT. atas dirinya.
- Tabligh (menyampaikan yang harus disampaikan). Seorang rasul sebagai pemimpin memiliki keterbukaaan dalam berbagai hal, tiada sifat tertutup pada dirinya, karena ketertutupan akan menimbulkan keraguan pihak lain, dan melahirkan fitnah dalam kepemimpinannya. Sebagai pemimpin seorang Rasul senantiasa menyampaikan kebenaran yang diterimanya lewat wahyu, betapapun beratnya tantangan dan resiko yang akan diterimanya. Ia berpegang pada pedoman “Katakan yang benar itu walaupun pahit kau rasakan”.
- Fathanah (cerdik), bahwa seorang rasul sebagai pemimpin memiliki kemampuan berfikir yang tinggi, daya ingat yang kuat, serta kepintaran menjelaskan dan mempertahankan kebenaran yang diembannya. Seorang pemimpin mesti basthah fi al-ilmi (memiliki pengetahuan yang luas) dan pemahaman yang benar mengenai tugasnya, kemampuan managerial yang matang, cepat dan tepat dalam menetapkan suatu keputusan, kemampuan yang tinggi dalam menetapkan makhraj (solusi) dari suatu kemelut dalam lingkup tanggungjawabnya.
Sifat-sifat Nabi Saw itu tercermin pada kebijakan dan tingkah laku beliau sehari-hari, baik sebagai pemimpin agama sekaligus pemimpin masyarakat dan negara. Sifat kepemimpinan beliau dan Khulafaur Rasyidin dapat dijadikan cermin oleh semua pemimpin. Mereka senantiasa mengabdi, menerima keluh kesah, memfasilitasi, dan siap menjadi “budak” rakyatnya, bukannya menjadi “tuan” bagi masyarakatnya.
Selanjutnya berbicara tentang kepemimpinan yang baik, ditemukan lima sifat pokok yang hendaknya dimiliki oleh seorang pemimpin. Kelima sifat itu terungkap dalam dua ayat : QS 32 : 24, dan QS 21 :73 yaitu :
- Kesabaran dan ketabahan. Kami jadikan mereka pemimpin ketika mereka tabah/sabar.
- Yahduuna bi amrina mengantar masyarakatnya ke tujuan yang sesuai dengan petunjuk kami (Allah dan rasulNya)
- Wa awhaena ilaihim fil alkhaerat telah membudaya pada diri (sang calon) suatu kebijakan.
- Abidin senantiasa beribadah, termasuk shalat dan zakat.
- Yuuqinun, penuh keyakinan karena memiliki visi misi yang jelas.
Dari 5 sifat tersebut as sabar (ketekunan dan ketabahan) dijadikan Allah sebagai konsideran pengangkatan mendahului sifat-sifat lain. Karena kesabaran sifat dasar yang melekat, sedang yang lain adalah yang diperagakan dalam kenyataan.
Selanjutnya berikut ini saya ingin menyampaikan bagaimana Abu Bakar Assiddiq menjadi pemimpin, kita bisa belajar dari isi pidato Khalifah Abu bakar Assiddiq ra ketika beliau dilantik menjadi pemimpin umat sepeninggalnya Rasulullah Saw, yang mana inti dari isi pidato tersebut dapat dijadikan pedoman dalam memilih profil seorang pemimpin yang baik. Isi pidato tersebut diterjemahkan kurang lebih sebagai berikut :
“Saudara-saudara, Aku telah diangkat menjadi pemimpin bukanlah karena aku yang terbaik di antara kalian semuanya, untuk itu jika aku berbuat baik bantulah aku, dan jika akau berbuat salah luruskanlah akau. Sifat jujur itu adalah amanah, sedangkan kebohongan itu adalah penghianatan. ‘Orang lemah’ di antara kalian akau pandang kuat posisinya di sisiku dan aku akan melindungi hak-haknya. ‘Orang kuat’ di antara kalian aku pandang lemah posisinya di sisiku dan akau akan mengambil hak-hak mereka yang mereka peroleh dengan jalan yang jahat untuk aku kembalikan kepada yang berhak menerimanya. Janganlah di antara kalian meninggalkan jihad, sebab kaum yang meninggalkan jihad akan ditimpakan kehinaan oleh Allah SWT. Patuhlah kalian kepadaku selama aku mematuhi Allah dan RasulNya. Jika aku durhaka kepada Allah dan RasulNya maka tidak ada kewajiban bagi kalian untuk mematuhiku. Kini marilah kita menunaikan Shalat semoga Allah SWT melimpahkan RahmatNya kepada kita semua”.
Ada 7 (tujuh) poin yang dapat diambil dari inti pidato khalifah Abu Bakar ra tersebut, yaitu :
- Sifat rendah hati. Pada hakikatnya kedudukan pemimpin itu tidak berbeda dengan kedudukan raknyatnya. Ia bukan orang yang harus terus diistimewakan. Ia hanya sekedar orang yang harus didahulukan selangkah dari yang lainnya karena ia mendapatkan kepercayaan dalam memimpin dan mengemban amanat. Ia seolah pelayan rakyat yang di atas pundaknya terletak tanggungjawab besar yang mesti dipertanggungjawabkan. Dan seperti seorang “partner” dalam batas-batas yang tertentu bukan seperti “tuan dengan hambanya”. Kerendahan hati biasanya mencerminkan persahabatan dan kekeluargaan, sebaliknya keegoan mencerminkan sifat takabur dan ingin menang sendiri.
- Sifat terbuka untuk dikritik. Seorang pemimpin haruslah menaggapi aspirasi-aspirasi rakyat dan terbuka untuk menerima kritik-kritik sehat yang membangun dan konstruktif. Tidak setogianya menganggap kritikan itu sebagai hujatan atau orang yang mengkritik sebagai lawan yang akan menjatuhkannya lantas dengan kekuasaannya mendzalimi orang tersebut. Tetapi harus diperlakukan sebagai “mitra” dengan kebersamaan dalam dalam rangka meluruskan dari kemungkinan buruk yang selama ini terjadi untuk membangun kepada perbaikan dan kemajuan. Dan ini merupakan suatu partisipasi sejati sebab sehebat apapun pemimpin itu pastilah memerlukan partisipasi dari orang banyak dan mitranya. Disinilah perlunya social-support dan social-control. Prinsip-prinsip dukungan dan kontrol masyarakat ini bersumber dari norma-norma Islam yang diterima secara utuh dari ajaran Nabi Muhammad Saw.
- Sifat jujur dan memegang amanah. Kejujuran yang dimiliki seorang pemimpin merupakan simpati rakyat terhadapnya yang dapat membuahkan kepercayaan dari seluruh amanat yang telah diamanahkan. Pemimpin yang konsisten dengan amanat rakyat menjadi kunci dari sebuah kemajuan dan perbaikan. Khalifah Umar bin Abdul Aziz pernah didatangi putranya saat dia berada di kantornya kemudian bercerita tentang keluarga dan masalah yang terjadi dirumah. Seketika itu Umar bin Abdul Aziz mematikan lampu ruangan dan si anak bertanya dari sebab apa sang ayah mematikan lampu sehingga hanya berbicara dalam ruangan yang gelap. Dengan sederhana sang ayah menjawab bahwa lampu yang kita gunakan ini adalah amanah dari rakyat yang hanya dipergunakan untuk kepentingan pemerintahan bukan urusan keluarga.
- Sifat berlaku adil. Keadilan adalah konteks nyata yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin dengan tujuan demi kemakmuran rakyatnya. Keadilan bagi manusia tidak ada yang relatif. Islam meletakan soal penegakan keadilan itu sebagai sikap yang essensial. Seorang pemimpin harus mampu menimbang dan memperlakukan sesuatu dengan seadil-adilnya bukan sebaliknya berpihak pada seorang saja. Dan orang yang “lemah” harus dibela hak-haknya dan dilindungi, sementara orang yang “kuat” dan bertindak zhalim harus dicegah dari bertindak sewenang-wenangnya.
- Komitmen dalam perjuangan. Sifat pantang menyerah dan konsisten pada konstitusi bersama bagi seorang pemimpin adalah penting. Teguh dan terus istiqamah dalam menegakkan kebenaran dan keadilan. Pantang tergoda oleh rayuan dan semangat menjadi orang yang pertama di depan musuh-musuh yang hendak menghancurkan konstitusi yang telah disepakati bersama. Bukan sebagai penonton di kala perang.
- Bersikap demokratis. Demokrasi merupakan “alat” untuk membentuk masyarakat yang madani, dengan prinsip-prinsip segala sesuatunya dari rakyat untuk rakyat dan oleh rakyat. Dalam hal ini pemimpin tidak sembarang memutuskan sebelum adanya musyawarah yang mufakat. Sebab dengan keterlibatan rakyat terhadap pemimpinnya dari sebuah kesepakatan bersama akan memberikan kepuasan, sehingga apapun yang akan terjadi baik buruknya bisa ditanggung bersama-sama.
hidup ini segala sesuatunya takan terlepas dari pantauan Allah SWT, manusia bisa berusaha semampunya dan sehebat-hebatnya namun yang menentukannya adalah tetap Allah SWT. Hubungan seorang pemimpin dengan Tuhannya tak kalah pentingnya; yaitu dengan berbakti dan mengabdi kepada Allah SWT. Semua ini dalam rangka memohon pertolongan dan ridho Allah SWT semata. Dengan senantiasa berbakti kepadaNya terutama dalam menegakan shalat lima waktu misalnya, seorang pemimpin akan mendapat hidayah untuk menghindari perbuatan-perbuatan yang keji dan tercela. Selanjutnya ia akan mampu mengawasi dirinya dari perbuatan-perbuatan hina tersebut, karena dengan shalat yang baik dan benar menurut tuntunan ajaran Islam dapat mencegah manusia dari perbuatan keji dan munkar (QS. Al Ankabuut: 45).
Yang tidak kalah penting pemimpin masa kini juga seharusnya mempunyai karakter sebagai berikut. Semakin banyak sifat baik yang ditampilkan oleh seorang pemimpin, maka ia akan semakin dipercaya dan diyakini oleh para pengikutnya.
Berikut ini adalah 10 karakter yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin masa depan, yang acap kali dikemukakan oleh para pakar terkemuka dalam bidang kepemimpinan, yakni :
- Jujur, menampilkan ketulusan dan integritas dalam semua tindakannya sehingga tidak ada manivulative
- Kompeten, dalam melakukan tindakan berbasis pada akal pikiran, sikap dan prinsip moral. Membuat keputusan tidak terlalu subyektif
- Berpandangan kedepan, memiliki tujuan dan visi masa depan
- Menginspirasi, mampu menunjukan kredibilitas dan originalitas dalam segala hal yang ia lakukan
- Cerdas, gemar dan rakus membaca haus belajar, dan senantiasa mencari tugas yang menantang
- Adil (fairness), mampu menunjukan perlakuan yang adil bagi semua orang
- Berwawasan luas – menyukai keragaman kaya perspektif
- Berani, memiliki ketekunan untuk mencapai tujuan meski menghadapi resiko yang berat
- Lugas memiliki penilai yang baik tentangberbagai persoalan, dan menggunakannya untuk membuat keputusan yang terbaik pada waktu yang tepat
- Imajinatif mampu melakukan perubahan pada waktu yang tepat.
Selain 10 karakter di atas perlu dikembangkan pemimpin yakni :
1. Membangun suatu standar
2. Memberikan dukungan dan mengembangkan
3. Integrator
Dari rangkaian syarat-syarat pemimpin di atas sedikit dapat kita jadikan acuan dalam memilih sosok pemimpin, dan masih banyak lagi ketentuan-ketentuan pemimpin yang baik dalam perspektif Islam yang bisa kita gali baik yang tersurat maupun tersirat di dalam Al Quran dan Hadist-hadist nabi Saw.
Jadi pemimpin seperti apa yang sebaiknya diangkat di era seperti sekarang ini? Secara umum Al Quran sudah memberikan gambaran kriteria pemimpin yang harus dipilih, yaitu seperti yang ditegaskan oleh Allah SWT dalam firmanNya yang artinya: “ Dan sesungguhnya telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (sesudah Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hambaKu yang shaleh” (QS Al-Ambiya’ : 105). Jadi yang mendapat mandat mengurusi manusia beserta isinya di muka bumi ini sesuai rekomondasi Allah SWT ternyata hanyalah orang-orang shaleh, bukan orang-orang yang suka membuat kerusakan di muka bumi yang pola fikir dan perilakunya tidak diridhai oleh Allah SWT. Wallahu’alam
Oleh, Dr. H. Mufid Hidayat, MA.