Sosialisasi Perang Kamang dan sosialisasi masuk IPDN
Kegiatan hari Sabtu 26 Oktober 2024 mengikuti sosialisasi Perang Kamang dan sosialisasi masuk IPDN yang diadakan di Lapangan SDN 023 Tanjung Balau Pauh.
Perang Kamang adalah perlawanan masyarakat Sumatra Barat terhadap Pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1908, tepatnya 113 tahun lalu, berpusat di daerah Kamang, Kabupaten Agam.
Seperti dijelaskan Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Kamang Magek, Abdi Murtani Dt. Maruhun Basa, saat menyampaikan sejarah singkat Perang Kamang, pada Upacara Peringatan Perang Kamang, di Aula Kantor Camat Kamang Magek, Selasa (15/6).
Dikatakan, Tanah Emas adalah istilah kaum kolonial dan imperialis terhadap tanah jajahan yang dikuras kekayaannya dengan cara tidak jujur, kejam, dan tidak berprikemanusiaan.
Diceritakan, setelah berhasil menguasai Sumatra Barat tahun 1837, Gubernur Michael melaksanakan sistem tanam paksa kopi, agar pedagang kopi bisa dikuasainya. Namun pada tanggal 1 Maret 1908, Belanda mengganti sistem tanam paksa dengan belasting (pajak).
Sejak saat itu, masyarakat Minangkabau khususnya di daerah Kamang, menentang pembayaran pajak tersebut, sehingga masyarakat secara diam-diam melengkapi diri dengan senjata tajam dan keterampilan bela diri.
“Senjata yang dikumpulkan seperti, ruduh, kalewang, pedang, pisau, tombak, dan lain sebagainya,” jelasnya.
Dilanjutkan, pada tanggal 2 Juni 1908, diadakan rapat di Masjid Taluak, yang dihadiri oleh utusan Agam Tuo, Lubuk Basung, Manggopoh, Padang Panjang, Batu Sangkar, dan lainnya, sehingga menghasilkan kebulatan tekat untuk menentang Belanda.
Pada kesempatan itu juga, terbentuk beberapa kelompok yang dipimpin oleh H. Abdul Manan, M. Saleh Dt. Rajo Pangulu, M Yusuf Dt. Parpatiah Nan Sabatang, dan H. Jabang.
Tugasnya untuk menghidupkan dan menggerakkan semangat juang serta mempersiapkan senjata untuk pasukannya masing-masing.
Pada tanggal 14 Juni 1908, ketika pasukan Belanda bergerak ke Kamang, melalui tiga rute, yaitu Gadut, Tanjung Alam dan Biaro, dan berkumpul di Kampung Tangah, Kamang Mudiak.
Di sepanjang perjalanan itu, terjadi perlawanan dari rakyat yang begitu hebat, di mana pasukan Belanda yang datang dari Tanjung Alam, dihadang oleh pasukan yang dipimpin oleh M Yusuf, Dt Parpatiah Nan Sabatang, dan disini beliau gugur sebagai syuhada.
Sedangkan pasukan Belanda yang datang dari Gadut, dihadang oleh pasukan H. Jabang. Sampai di Kampung Tangah, pasukan Belanda langsung mengepung rumah H. Abdul Manan.